Dari Primata untuk Primata
ikut menyuarakan isu #SATWALIARBUKANPELIHARAAN, #SATWALIARLEBIHINDAHDIALAM
Hari Primata Indonesia diperingati setiap tanggal 30 Januari. Dalam KBBI primata adalah bangsa mamalia yang meliputi kera, monyet, dan manusia. Hari primata diadakan untuk menyuarakan pelarangan perdagangan primata-nonmanusia-yang sedang marak pada tahun 2013 sampai sekarang.
Bertepatan dengan hari primata indonesia, saya mengikuti sebuah kegiatan webinar dan pemutaran perdana film pendek berjudul Spesies Liar yang diadakan oleh Jakarta Animal Aid Network (JAAN). Di forum tersebut diundang pula pembicara dari rekan-rekan animal keeper dan pecinta alam untuk menjelaskan sedikit mengenai perlindungan primata Indonesia, perkembangan primata Indonesia sekarang guna memberikan gambaran kepada kami masyarakat umum mengenai krisis yang sedang dialami oleh primata-primata di Indonesia serta kawasan cagar alam tempat tinggal mereka.
Pada 31 Januari 2019, Kompas.com menulis dari data Profauna yang mengatakan lebih dari 70 persen primata Indonesia terancam punah akibat perburuan yang kerap berlanjut pada perdagangan gelap dalam kurun waktu 2016–2018. Perburuan primata ini dilakukan dengan alasan karena hutan tempat tinggal primata-primata ini sudah rusak dan lebih baik primata ini dilindungi dengan memeliharanya di rumah.
Padahal sebetulnya, dengan memelihara primata di dalam rumah kita tidak benar-benar menyelamatkan dan melestarikan mereka. Karena, memang satwa liar seperti primata non manusia seharusnya berada di habitat aslinya yaitu alam agar bisa membantu pelestarian ekosistem hutan.
Isu tentang primata bukan peliharaan sudah lama digaungkan dan diangkat dalam berbagai artikel, tetapi kenapa masih banyak orang yang tidak perduli dengan ini? Bukankah kita manusia juga primata??? Kenapa kita seakan tidak punya hati nurani untuk melindungi saudara kita sendiri???
Saya akan menjelaskan sedikit siklus hidup primata ketika mereka menjadi seekor hewan peliharaan. Perlu digaris bawahi dan diingat, primata itu hewan liar yang diciptakan bukan untuk dipelihara. Maka dari itu pertama-tama kita harus menyamakan persepsi terlebih dahulu agar apa yang saya sampaikan bisa masuk ke pikiran dan hati.
“Oke saya ceritakan ya…
Primata yang sering sekali kita lihat dipelihara oleh manusia adalah Macaca Fascicularis atau monyet ekor panjang. Pada saat masih bayi kita selalu gemas dengan wajah primata yang menggemaskan ini, tak heran kita terenyuh dan timbul rasa ingin memiliki dengan embel-embel melindungi mereka dari kepunahan.
Sebagian masa atau siklus pertumbuhan hewan sama dengan manusia. Ketika masih kecil manusia memiliki karakter yang ingin mengerti banyak hal, ingin bersosialisasi dengan lingkungan dan teman-teman. Begitu pula dengan hewan terutama kera. Masih ingat bukan kalau manusia dan kera adalah sama-sama primata. Jadi ketika masa pertumbuhan, kera memiliki siklus yang sama. Yaitu ingin bersosialisasi, bermain dengan teman-teman, dan belajar banyak hal. Karena kera tergolong juga sebagai makhluk sosial.
Eitss, tapi ya…… taaaapiiii….
Manusia dan hewan jelas berbeda. Manusia diberi keistimewaan berupa akal budi, dimana kita sebagai manusia dapat membedakan yang baik dan yang buruk. Dan hewan selalu dilihat lebih rendah oleh manusia. Hewan selalu dianggap bodoh dan mengganggu.
Ini terjadi juga oleh primata kera. Ketika primata menjadi seekor hewan peliharaan, pada masa pertumbuhan mereka, manusia sering lupa untuk memberikan wadah bagi kera untuk bersosialisasi. Alih-alih membiarkan primata peliharaan bermain dengan anak-anak manusia, kera-kera ini malah dirantai bahkan dikurung dalam kandang. Treatment seperti ini akan membentuk perilaku anti sosial pada hewan-dalam kasus ini seekor kera-jika hewan tidak diberi ruang untuk berekspresi, didiamkan terus menerus, dan dikandang tanpa ada interaksi atau bahkan diperlakukan dengan kasar akan membentuk kera menjadi galak dan agresif. Karena mereka menyimpan trauma. Mereka akan mengganggap semua yang mendekati mereka adalah musuh dan berbahaya.
Maka ….
Ini akan berimbas pada manusia sendiri, lalu muncul opini bahwa monyet itu galak. Ini karena trauma mereka yang berasal dari perilaku tidak bertanggung jawab seorang manusia terhadap mereka. Banyak kasus manusia mendapatkan luka serius karena dicakar oleh monyet peliharaan mereka sendiri. Alih-alih melepaskan mereka ke habitat aslinya atau menyerahkan monyet-monyet peliharaan ke BKSDA setempat, manusia malah membunuh monyet-monyet peliharaan mereka. Sikap ini yang membuat primata lambat laun menjadi hewan yang langka lalu terjadi kepunahan.
Karena itulah mengapa memelihara primata tidak disarankan, malah sebenarnya kalau ditinjau lebih lanjut persepsi memelihara primata atau hewan liar tidak sama dengan melindungi mereka dari kepunahan.
Pada kesempatan ini, mumpung masih bulan primata Indonesia, saya selaku masyarakat biasa yang kebetulan mencintai alam dan hewan ingin mengajak teman-teman yang membaca artikel ini untuk sama-sama sadar bahwa primata dan hewan liar lainnya bukanlah seekor hewan peliharaan. Mereka diciptakan untuk menjaga kelestarian ekosistem. Biarlah dunia yang indah dan beragam ini tetap lestari dan asri karena ada sebuah kegiatan yang alami dari tangan-tangan mungil hewan liar seperti primata-primata ini.
Salam lestari kawanku semua ❤